Realita Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia, Efektif atau Formalitas?

Pendidikan Formalitas
Ilustrasi (Foto: Pixabay/sasint)

Oleh Khrisnatian Natano’el Wibowo - Pendidikan salah satu aspek penting dalam kehidupan, kegiatan yang bersifat positif dan mampu menentukan arah kehidupan seseorang.

Pendidikan bersifat universal setiap orang dimanapun ia berada berhak untuk mendapatkan akses dan fasilitas pendidikan.

Di Indonesia setiap warga negara dijamin dalam undang-undang untuk memperoleh pendidikan wajib, hal ini juga usaha dalam meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia yang menjadi harapan masa depan bangsa.

Kualitas pendidikan sangat berdasar pada kualitas pelaksanaan pendidikan itu sendiri, maka dari itu perlunya perkembangan dalam pelaksanaan pendidikan.

Baca Juga: Penentuan Nasib Berawal dari Pilihan Jurusan Kuliah? Akuntansi Menjadi Solusi

Diperlukannya perubahan atau revolusi dari pelaksanaan pendidikan dapat dilihat dari beberapa pertanyaan, apakah dalam pelaksanaan pendidikan yang benar itu menjadikan peserta didik menguasai bidang studi secara keseluruhan?, dan apakah pengembangan dan pemeliharaan potensi dalam diri siswa tidak dapat didukung dengan proses pelaksanaan pendidikan?

Pertanyaan diatas mencerminkan bahwa realita dari pendidikan di Indonesia sebagian besar masih belum mampu untuk dapat memahamkan ilmu pengetahuan bagi peserta didik secara mendalam.

Karena realita yang dialami menunjukan bahwa pelaksanaan pendidikan itu memaksa peserta didik untuk selalu tunduk pada susunan kurikulum yang ada, sehingga potensi akademik maupun non akademik siswa menjadi sulit berkembang.

Uniknya pendidikan di Indonesia dalam hal ini sesuai realita yang pernah dialami ketika berada dalam situasi penilaian yang dilaksanakan merupakan sistem yang disusun secara sistematis dan memaksa siswa untuk menjawab beberapa runtutan pertanyaan yang harus sesuai dengan kunci jawaban yang telah dibuat.

Hal demikian menurut saya kurang mencerminkan pemahaman siswa terhadap ilmu pengetahuan tersebut, karena kebiasaan yang terjadi adalah siswa akan menghafal materi sebagai persiapan untuk menghadapi penilaian tersebut.

Kebiasaan dalam menghafal materi menjadi sebuah ketidakefektifan dalam menyerap informasi dari bidang studi yang dipelajari, karena setelah penilaian berakhir maka apa yang dihafal pasti akan cepat hilang dan dilupakan karena dalam situasi tersebut siswa akan menghafal materi lain dari bidang studi lainya. Dengan demikian pemahaman peserta didik hanya menjadi bayangan.

Baca Juga: Problematika Perempuan dan Stigma yang Menyelimutinya

Pelaksanaan penilaian terhadap kemampuan dan pemahaman peserta didik terkait materi pembelajaran dapat dilakukan dengan peserta didik membuat tesis dari pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh dari pelaksasnaan pembelajaran sebelum penilaian, sehingga peserta didik dapat membangun pemahaman sendiri terkait materi bidang studi terkait.

Hal tersebut tentu dapat dikatakan efektif karena peserta didik dipastikan paham dan kemudian menciptakan sintesis berdasarkan pemahaman sendiri, tetapi dengan catatan sintesis yang dibuat memang benar-benar dari hasil belajar melalui bahan ajar maupun literasi diberbagai sumber dengan bantuan teknologi.

Jadi kualitas pendidikan dapat dilihat dari bagaimana pelaksanaan pendidikan itu berlangsung, bagaimana cara ajar dari pendidik dalam transfer ilmu pengetahuan, dan bagaimana standar penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan dan pemahaman peserta didik, apakah hal tersebut telah efektif atau hanya menjadi formalitas pada sistem saja.

Artikel ini dikirim via kolom 'kirim artikel' oleh:
Khrisnatian Natano'el Wibowo,
lahir di Boyolali, 01 Juni 2004,
Mahasiswa S1 Pendidikan Akuntansi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Kontak & Media Sosial:
WhatsAppInstagramE-Mail {alertInfo}

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Isi komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator itu sendiri.

Lebih baru Lebih lama