Makin Mahal, Harga Minyak Goreng Naik Seminggu Sekali

Minyak goreng
Ilustrasi: Harga minyak goreng naik seminggu sekali [dok. ist]

ZONA PIRASI |ACEH - Harga minyak goreng yang terus melonjak dalam beberapa waktu terakhir mendapat banyak keluhan dari masyarakat karena perannya sebagai kebutuhan pokok.

Kenaikan harga bukan hanya terjadi pada minyak goreng kemasan, namun juga berlaku pada minyak goreng curah yang biasa dijual dalam plastik putih bening di pasar.

Pada dasarnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp11 ribu per liter.

Namun yang terjadi di lapangan, harga minyak goreng sudah jauh melebihi HET. Dibeberapa pasar, harga minyak goreng mencapai di atas Rp18 ribu per liter.

Baca Juga : Daftar 10 Youtubers Indonesia Dengan Penghasilan Tertinggi, dari Ria Ricis hingga Naisa Alifia

Melansir dari Kompas.com, Salah seorang pedagang di pasar Palmerah, Jakarta, Sulis mengatakan bahwa kenaikan harga minyak goreng bisa dikatakan terjadi setiap seminggu atau sepekan sekali.

"Tiap minggu naik dia (harga minyak goreng), per karton naik Rp 3.000 (per seminggu sekali). Jadi, barang datang baru, sudah naik lagi begitu," ungkap Sulis, dikutip dari Live Streaming Kompas TV, Minggu (19/12/2021).

Menurutnya, kenaikan harga dalam sepekan sekali itu bukan hanya terjadi pada minyak goreng kemasan, namun juga berlaku untuk minyak goreng curah.

"Kalau minyak curah juga sama, per jerigen naik Rp 3.000 sampai Rp 5.000," jelasnya.

Harga minyak goreng di pasar Palmerah kini dibanderol harga Rp20 ribu per kilogram. Naik sebesar Rp 5.000 dari harga sebelumnya Rp15 ribu per kilogram.

Sementara harga minyak goreng kemasan naik Rp 3.000 menjadi Rp20 ribu per liter. Selain minyak goreng, sejumlah bahan pokok lainnya juga mengalami kenaikan harga menjelang natal dan tahun baru.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, memperkirakan harga minyak goreng akan kembali turun diawal tahun depan, mengikuti turunnya harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO).

Pemerintah mengklaim mendistribusi minyak goreng dengan harga terjangkau sebanyak 1,3 juta liter di 18 provinsi, bekerjasama ritel modern dan operasi pasar beserta Pemda.

"Sebentar lagi turun, yang ada sekarang itu adalah pasokan kemarin waktu harga CPO naik. Ini (sudah) ada turun dikit," jelas Oke Nurwan, masih dikutip dari Live Streaming Kompas TV.

Harga minyak goreng mahal terjadi karena tingginya harga CPO. Kenaikan CPO di pasar dunia terutama disebabkan oleh menipisnya pasokan. Dua negara penghasil CPO terbesar dunia, Indonesia dan Malaysia, disebut mengalami penurunan produksi. 

Potensi kenaikan harga minyak goreng dalam negeri itu juga disebabkan karena sebagian besar industri hilir CPO masih belum terintegrasi dengan kebun sawit.

Hal itu mengakibatkan produsen minyak goreng membeli CPO yang sudah mengalami kenaikan harga di pasar dunia. Kata dia, harga mahal minyak goreng saat ini merupakan stok lama, sehingga masih mengacu pada harga CPO yang masih tinggi.

Baca Juga : Nicke Widyawati Ungguli Sri Wahyuni Sebagai Perempuan Paling Berpengaruh di Dunia

"Tetap kita andalkan harga CPO. Tapi ini dampaknya paling ke minyak CPO awal tahun, yang beredar saat ini yang harga CPO tinggi," terang Oke Nurwan.

Untuk menjaga stabilisasi harga minyak goreng tahun depan, pemerintah berencana memberikan subsidi minyak goreng. Namun belum dapat dipastikan kapan rencana ini terlaksana.

Untuk meredam harga minyak goreng, sebelumnya pemerintah menyebut akan menggelar operasi pasar bekerja sama dengan produsen minyak goreng dan pemerintah daerah. Tersedia 11 juta liter minyak goreng kemasan yang disediakan.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid meminta adanya harga acuan minyak goreng di Indonesia. Harga itu dikenakan bagi minyak sawit mentah yang digunakan untuk produksi minyak goreng.

Sehingga, kenaikan harga CPO internasional tak ikut mengerek harga minyak goreng seperti saat ini.

"Dalam konteks hari ini untuk minyak goreng saya menuntut adanya DPO, domestic price obligation," ujar Nusron saat rapat dengan Menteri Perdagangan.

Selain itu perlu ada kewajiban penjualan CPO dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). Kewajiban tersebut untuk memenuhi kebutuhan produksi minyak goreng dalam negeri.

Nusron bilang hal itu tidak akan membuat pelaku usaha kelapa sawit rugi di tengah harga yang melonjak saat ini. Ia bilang kebutuhan kelapa sawit untuk minyak goreng tak mencapai 20 persen.

"Saya kira tidak ada 20 persen, lainnya masih ekspor dengan menggunakan international price," terang Nusron.

(ZonaPirasi/Kompas)

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Isi komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator itu sendiri.

Lebih baru Lebih lama